Beli blog ini silahkan. WhatsApp Atau Klik Ini!
Loading...

Pengalaman Tes Keperawanan Untuk Masuk Polwan

Pengalaman Tes Keperawanan Untuk Masuk Polwan

  • Apakah Masuk Polwan Harus Tes Keperawanan

Seperti yang sering kita dengar bahwa untuk masuk ke dunia Polisi sangatlah banyak tes atau ujian yang harus dilewati, dan salah satu tes untuk menjadi polisi wanita atau Polwan haruslah melewati tes yang dinamakan Tes Keperawanan.

Sebenarnya banyak Pro dan Kontra di masyarakat mengenai tes tersebut, namun ini sudah menjadi kebijakan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah beberapa pengalaman orang-orang yang menjalani tes keperawanan.

atau Uji keperawanan bagi calon polwan. Diskriminasi Terhadap Perempuan. Seorang gadis berusia 19 tahun ingin menjadi polisi wanita. Dia kemudian mendaftar polwan.

  • Pengalaman Tes Keperawanan Masuk Polwan

Tetapi pada tahap pemeriksaan medis, dia merasa sangat malu. Ia berbagi pengalaman dengan Human Rights Watch, sebuah organisasi internasional yang bergerak di bidang hak asasi manusia. Sekitar 20 wanita diminta memasuki aula dan melepas pakaian mereka, termasuk pakaian dalam mereka.

Hanya mereka yang sedang menstruasi yang masih bisa memakai celana. “Kami diminta duduk di meja khusus ibu melahirkan. Ia mengaku tidak gugup, karena masih perawan. Namun, rasa malu tidak bisa dibendung. Baginya, itu adalah pengalaman buruk.

Sebagai seorang wanita, dia merasa didiskriminasi. Ya penguji keperawanan adalah seorang gadis, tapi kami tidak mengenal satu sama lain. Itu diskriminasi. Saya rasa tidak perlu,” ujarnya. Pengalaman serupa juga dialami perempuan berusia 18 tahun di Bandung.

Ia mengikuti seleksi polwan pada pada tahun lalu. Ia mendapat informasi ada tes kesehatan dan internal. Dia kaget ketika mengetahui bahwa tes internal adalah tes keperawanan.

Dia menjalani proses tes yang sama dengan wanita sebelumnya di Pekan Baru. Ada banyak wanita lain yang telah melalui tes yang sama, dan mungkin merasakan hal yang sama.

Dia masuk kepolisian pada 1984 melalui dinas militer. Ia menjalani tes keperawanan di RSPAD Semarang. Sekarang dia mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian di Jakarta.

Sebagai psikolog, Dia terlibat dalam proses seleksi polisi. Secara internal, dia memprotes tes keperawanan bagi polwan wanita.

“Saya mencintai institusi saya. Saya ingin Polri menjadi penegak hukum yang berwibawa,” ujarnya menjelaskan bahwa banyak regulasi di Indonesia—UUD 1945, UU 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan UU 1999 Hukum Hak Asasi Manusia melarang diskriminasi terhadap perempuan.”Bagaimana polisi bisa menegakkan hukum di Indonesia jika mereka sendiri tidak mematuhi hukum negara?” tanyanya.

Pada 1997 Dia menghadiri sidang di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas praktik ini dengan pengacara Nursyahbani Katjasungkana.  Sayangnya, mereka tidak sepenuhnya berhasil membuat DPR menghapuskan tes ini.

Dia kemudian mengatakan bahwa pada 2010, pengurus itu Asisten Sumber Daya Manusia Polri, mengadakan rapat teknis untuk pemilihan calon polisi baru.

Dia mencoba bicara lagi, dia meminta seluruh tim untuk menghentikan tes keperawanan. Tapi rekan-rekan Dia, termasuk yang bekerja di Balai Pengobatan dan Kesehatan, menentang gagasan itu.

Diakhir pertemuan, Jenderal Sigit akhirnya mengeluarkan perintah  untuk menghapus peraturan  tes keperawanan.

Kisah itu diceritakan kepada Human Rights Watch. Beberapa polwan sudah membicarakan masalah ini dengan anggota Polri yang saat itu menyatakan bahwa praktik tersebut harus dihentikan.

Tes tersebut bertentangan dengan Peraturan Kapolri tentang pemilihan calon polisi harus tidak diskriminatif dan manusiawi.

polisi wanita-polwan
polisi wanita-polwan

Serta pelanggaran hak asasi internasional tentang privasi, non-diskriminasi dan pribadi. HRW mewawancarai delapan polisi dan pensiunan polisi, maupun melamar polwan, ditambah dokter polisi, evaluasi polisi, anggota Komisi Kepolisian Nasional, serta aktivis perempuan.

Dia menganggap wajar tes seperti itu dilakukan. Sebuah memo buatan  oleh sebuah organisasi internasional, yang terlibat dengan pelatihan Kepolisian Republik Indonesia, mengutip surat seorang jenderal polisi pada tahun lalu ditujukan kepada Akademi Kepolisian di Semarang.

Tahun lalu pihak kepolisian merekrut besar-besaran. Menurut mereka, sangat sangat sebenarnya. Negara tidak yakini mereka orang yang baik-baik dan akan bekerja dengan baik. Ini berdampak pada kehidupan mereka jangka panjang.

Demikian penjelasan dari saya tentang pengalaman ketika Tes Keperawanan Polwan semoga bermanfaat, terimakasih.

Getting Info...

About the Author

Gunakan Media Sosial Dengan Benar Agar Bermanfaat :) Follow IG : puttra.id
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.